Jumat, 21 Desember 2012

Tradisi Adat Pernikahan Teraneh di Dunia

Pernikahan dapat menjadi sebuah momen indah dan penuh kebahagiaan yang menandai penyatuan dua insan. Uniknya, pernikahan seringkali dilangsungkan dengan berbagai adat. Bahkan tak jarang di tengah kebahagiaan tersebut, pasangan harus melewati prosesi adat yang aneh dan irasional. Ada beberapa tradisi pernikahan yang dianggap paling aneh di dunia. Simak lima di antaranya berikut ini:

1. Menculik pengantin wanita di Roma
Kebanyakan malam pengantin dihabiskan dengan cara romantis tetapi tidak dengan adat pernikahan di Roma. Pengantin pria diharuskan 'menculik' pengantin wanitanya. Budaya ini kental pada kehidupan kaum gipsi Romawi. Bila seorang pria berhasil menculik seorang gadis dan menyembunyikannya selama dua-tiga hari, ia akan resmi menjadi istri.
2. Menikahi hewan di India
India tak asing dengan berbagai cerita takhayul, termasuk dalam pernikahan. Suku Santhal di India percaya, jika seorang bayi perempuan tumbuh gigi di bagian atas gusi terlebih dulu, itu sebuah pertanda ia akan dimakan harimau dalam waktu dekat. Karena itu, ia harus menikah dengan seekor anjing  untuk menghapus pengaruh buruk tersebut.
Kisah ini dialami seorang anak usia sembilan tahun, Karnamoni Handsa, yang menikah  dengan seekor anjing. Pernikahan ini dibuat meriah dan dihadiri 100 orang tamu. Setelah upacara pernikahan 'mengusir setan' selesai si gadis dapat menikah dengan pemuda manusia.

3. 'Menghitamkan' pengantin wanita di Skotlandia
Ada kebiasaan unik dalam adat pernikahan di Skotlandia. Saat pernikahan, pasangan pengantin memakan isi perut domba dan pengantin prianya memakai pakaian sejenis rok. Selanjutnya, pengantin pria, keluarga dan teman-teman akan menyirami pengantin wanita dengan telur mentah, air kotor, saus dan susu basi. Kebiasaan 'menghitamkan pengantin wanita' merupakan ritual pernikahan yang sangat tua yang dilakukan setelah ikrar pernikahan.
4. Pengantin wanita harus gemuk
Beda dengan standar kecantikan umumnya, di Mauritania wanita cantik adalah wanita berukuran besar. Bila seorang wanita akan menikah, mereka akan ditempatkan pada sebuah kampung yang disebut 'penampungan lemak' untuk 'menghilangkan' keriput dan lebih menarik.

Ritual 'Leblouh' dalam bahasa lokal mewajibkan gadis yang akan menikah menyantap segala macam makanan agar gemuk dengan cepat. Menu makanan harian terdiri dari dua kilogram daging dan lima galon susu unta tiap hari. Jika mereka memuntahkannya, petugas pengawas akan menyiksa mereka.

5. Pengantin dilarang buang hajat
Tradisi di semenanjung Kalimantan ini tak kalah aneh. Setelah ritual pernikahan yang membahagiakan, suku Tidung mewajibkan pasangan pengantin harus menunda membuang kotoran besar maupun kecil selama 72 jam atau sekitar tiga hari tiga malam. Sehingga, pasangan pengantin akan dibatasi makan dan minum dan diawasi agar tidak ke toilet. Jika menjalani ritual ini, pasangan akan menjalani pernikahan bahagia, dianugerahi anak yang banyak dan sehat.
Sumber: tahukahkamu.com

Tradisi Unik Budaya Bali

Siapa yang tidak kenal dengan daerah yang dijuluki pulau dewata. Tiap tahun ribuan wisatawan domestik maupun mancanegara berkunjung ke pulau Bali. Apa yang menjadi daya tarik dari pulau Bali. Ternyata selain pantai-pantainnya yang indah, Bali juga memiliki banyak berbagai warisan budaya leluhur yang masih tertanam dan melekat erat di masyarakat Bali itu sendiri, juga berbagai tradisi unik yang masih dipegang teguh di kalangan masyarakat. Budaya dan tradisi yang ada memiliki ciri khas tersendiri di masing daerah, desa maupun banjar yang ada di Bali. Memiliki kekayaan budaya yang beragam tentunya merupakan suatu tugas masyarakat untuk melestarikannya, tidak tergilas atau bergeser karena pengaruh dunia modern saat ini. Berikut ini beberapa tradisi unik dari budaya Bali:

·        Ngaben, yaitu upacara Pitra Yadnya, rangkain upacara Ngaben salah satunya prosesi pembakaran mayat yang bertujuan untuk menyucikan roh leluhur orang sudah meninggal. Tradisi ini masih dilakukan secara turun-temurun oleh hampir semua masyarakat Hindhu di Bali
·       Megibung, Selain memiliki tempat wisata yang indah, Bali juga kaya dengan budaya dan tradisi unik, adalah merupakan salah satu tradisi warisan leluhur, dimana tradisi makan bersama dalam satu wadah yang disebut megibung.
·         Subak, istilah ini hanya dikenal di Bali, yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan oleh para petani Bali dalam bercocok tanam padi.
·         Gebug Ende
·         Mekare-kare atau Perang Pandan, Upacara Perang Pandan adalah upacara persembahan yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra (dewa perang) dan para leluhur. 
·         Omedan, Tradisi unik di desa Sesetan ini hanya diikuti oleh Truna-truni / muda – mudi atau yang sudah tua dan belum menikah, adegan tarik menarik dan cium-ciuman ini, dirayakan setap tanggal 1 Caka atau sehari setelah Hari Raya Nyepi
·         Mekotek, Upacara ini diselenggarakan denan tujuan mohon keselamatan, yang merupakan warisan budaya leluhur yang dirayakan setiap hari Raya Kuningan dan turun-temurun oleh hampir 15 banjar di Desa Munggu kecamatan Mengwi, Badung
·         Pemakaman di Trunyan, Keunikan tradisi pemakaman mayat di Desa Trunyan sampai sekarang ini masih mejadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh warga setempat. Prosesi orang meninggal di Bali, biasanya dikubur ataupun dibakar
·         Perang Ketupat, Satu lagi tradisi unik di Bali yaitu Perang Ketupat yang dirayakan satu tahun sekali di desa Kapal, Kabupaten Badung. Tujuan diadakan prosesi ini sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen dan untuk doa keselamatan dan memohon kesejahteraan bagi umat manusia.
·         Ngusaba Bukakak, hanya ada di Bali Utara, tepatnya di desa Adat Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng. Begitu banyaknya  budaya warisa leluhur yang masih terjaga dengan baik di Bali. Tujuan dari Upacara Bukakak ini untuk melakukan permohonan kepada Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi Kesuburan.
·         Upacara Ngedeblag, tradisi ini hanya dilakukan di desa Pekraman Kemenuh, Kec. Sukawati, Gianyar. Prosesi ini dirayakan di setiap Hari Kajeng Kliwon menjelang peralihan sasih kelima dan sasih keenam (kalender Bali) yang digelar sekali dalam setahun.
·         Ritual Agung Briyang, di rayakan setiap 3 tahun sekali pada purnamaning sasih kedasa kalender Hindu Bali, perayaan ini hanya ada di desa tua Sidetapa Buleleng, lokasi desa ini sekitar 40 km barat laut kota Singaraja. Tujuan mengadakan upacara Agung Briyang adalah untuk melawan dan roh-roh jahat.
Budaya dan tradisi yang unik-unik ini, membuat salah satu penyebab bali menjadi daerah tujuan wisata, berikut beberapa budaya dan tradisi unik yang masih dijaga kelestariannya. Oleh karena itu, perhatian dari semua komponen sangat dibutuhkan.



Minggu, 16 Desember 2012

Ekonomi-Politik-Sosial-Budaya Dan Pendidikan Indonesia Pasca Reformasi

Keadaan Politik dan Ekonomi
Pada masa pasca reformasi tepatnya setelah tahun 1998, gambaran perekonomian Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk dengan terjadinya inflasi dan pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Amerika Serikat, keadaan kas Negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak. Oleh karena itu dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu tidak memberikan hasil dan malah memperburuk keadaan rakyat. Banyak peristiwa yang mengakibatkan defisitnya keuangan negara salah satunya adalah pejabat negara yang korupt. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan konferensi ekonomi dengan agenda utamanya adalah usaha peningkatan produksi pangan dan cara pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta/asing. Catatan 14 tahun terakhir menunjukkan betapa kondisi sosial-ekonomi, politik, hukum dan budaya kian masuk ke dalam suatu krisis multi-dimensional. Dengan demikian, dapat dimengerti mengapa banyak masyarakat semakin kehilangan makna atas proses demokratisasi di Indonesia, dan karenanya semakin tidak percaya dengan proses-proses politik yang sedang berjalan atau mengalami krisis kepercayaan (distrust) terhadap sistem politik, kepemimpinan politik, organisasi politik serta lembaga-lembaga politik (formal mau pun non-formal). Kondisi ini paling tidak oleh sebagian kalangan dikuatirkan akan menuju stagnasi politik, dengan demikian projek reformasi pun akan gagal, yang ujungnya akan bisa menimbulkan krisis politik dan ekonomi yang jauh lebih parah dari yang sebelumnya pernah dialami.

Harus diakui, perubahan sistem politik di Indonesia yang berjalan sangat cepat sejak reformasi 1998 tidak sepenuhnya berada di dalam kontrol kaum pergerakan, untuk tidak dikatakan telah jatuh ke tangan kelompok ideologis lain.  Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kekuatan liberal yang memasukkan ide-ide liberalisasi politik sekaligus liberalisasi ekonomi, lebih dominan. Jika pun terjadi sirkulasi kepemimpinan elit politik di negeri ini, sesungguhnya perputaran itu sekaligus menyingkirkan kalangan “kiri” dan “sosial-demokrasi”, meski ide reformasi sebetulnya digagas oleh kelompok ini. Berbagai alasan penyebab bisa diuraikan, namun yang paling pokok adalah kegagalan membangun organisasi strategis di dalam mengarahkan perubahan. Kaum kiri dan sosial-demokrat, selain miskin inovasi di dalam menyusun skema organisasi perjuangannya, juga gagal meyakinkan publik mengenai platform perjuangan yang lebih praktikal. Kebiasaan berwacana di tataran “ideologi abstrak” menyebabkannya tak begitu mendapatkan dukungan publik yang lebih luas, selain persoalan-persoalan konflik internal yang tak berkesudahan. Oleh karena itu, dengan gampang desain kaum liberal “diterima” menjadi desain baru sistem politik Indonesia, sementara sistem ekonomi kapitalistik tinggal meneruskan skema ekonomi Orde Baru dengan berbagai polesan kecil ditambah penetrasi ide neoliberalisme ke dalam sistem ekonomi. Penguasaan yang lemah akan modal sosial, finansial dan jaringan sosial-politik yang miskin, ditambah miskinnya kreasi, mendorong kaum kiri dan sosial-demokrat berada di pinggiran.

Dalam posisi seperti inilah kemudian format ketatanegaraan kita disusun, dimana dominasi kaum liberal menjadi begitu dominan, selain kelompok pragmatis yang memang merupakan pemain lama di dalam pentas politik dan ekonomi nasional, kita sebut saja sebagai “broker politik dan ekonomi” suatu istilah yang mungkin secara akademik kurang tepat. Tidak heran, bila kemudian arah reformasi sistem politik menjadi hampir tidak terkawal. Perubahan konstitusi mau pun akibatnya terhadap perubahan institusi dan norma perilaku berpolitik, kebijakan dan praktek politik pemerintahan jauh dari apa yang dicita-citakan kaum kiri dan sosial-demokrat.

Keadaan sosial dan budaya
Bagaimana kondisisosial budaya masyarakat Indonesia saat ini? Perlu di tarik sebuah benang merah bahwa kita tidak bisa pungkiri arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya (meminjam istilah Band Zamrud) yang `gaul` dan `fungky`. Media massa pernah memberitakan tentang sepinya pengunjung untuk menonton kesenian di salah satu gedung kesenian, padahal kesenian itu berasal dari Negeri kita sendiri. Cukup memprihatinkan memang jika kita berusaha mencari jawabannya. Mungkin lebih tepat kalau kita menilik terlebih dahulu pada selera atau apresiasi kita masing-masing terhadap seni. Sebagian besar generasi muda sekarang ini sudah tidak lagi memiliki ketertarikan terhadap kesenian daerah. Padahal sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian adalah aset Indonesia . Sebagai tunas muda hendaknya memelihara seni budaya kita untuk masa depan anak cucu.

Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Bahkan sebutan Bung cukup populer saat Presiden Soekarno menggelorakan semangat nasional ketika awal-awal kemerdekaan Indonesia. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata  gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion.

Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Boleh dikatakan bahwa budaya yang merupakan sistem simbol dan norma dalam masyarakat Indonesia yang ada sekarang ini macet. Kemacetan budaya ini karena masyarakat kurang mengantisipasi dengan baik pengaruh globalisasi terhadap budaya bangsa sendiri. Lihat saja bagaimana takjubnya kita dengan kesenian asal negeri barat. Kita seolah tidak menghargai kesenian tradisional kita. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat kita kurang bisa mengantisipasi masuknya budaya asing.

Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa globalisasi telah membawa dampak yang negatif dalam pelestarian budaya. Thomas Friedman dalam bukunya The Lexus and the OliveTree (2000) menyatakan bahwa “ancaman globalisasi saat ini adalah globalisasi”. Artinya sistem di dalam globalisasi itu sendiri menyimpan potensi penghancuran. Ritme cepat globalisasi yang ditentukan oleh negara-negara maju pada gilirannya telah menimbulkan dikotomi baru dalam hubungan antarnegara. Negara-negara yang tidak mengikuti irama globalisasi dimasukkan ke dalam katagori negara ‘primitif’ atau `ketinggalan jaman`. Oleh sebab itu setiap negara berlomba-lomba untuk mentransfer kemajuan ilmu dan teknologi dari negara-negara Barat.

Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.

Keadaan Pendidikan
Lalu seperti apa kondisi pendidikan Indonesia hari ini? Proses globalisasi telah membuat perubahan yang besar dalam lapangan ekonomi dan politik, karena itu mau tidak mau juga akan menimbulkan perubahan-perubahan besar dalam bidang pendidikan baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Saat sekarang terjadi reorientasi pendidikan baik pada tingkat kelembagaan, kurikulum maupun manajemen sesuai dengan perkembangan-perkembangan baru yang terjadi dalam proses globalisasi tersebut.
  1. Pendidikan Mahal
Pepatah kaum kapitalis menyebutkan  “tidak ada sarapan pagi yang gratis”. Tampaknya pepatah ini mulai digunakan oleh beberapa perguruan tinggi besar di Indonesia dalam menjalankan visi pendidikannya. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memasang tarif yang gila-gilaan, akibatnya sebagian besar orang tua dan anak anak lulusan SMA menjadi kelimpungan. Impian untuk dapat mengenyam pendidikan di PTN favorit seakan dihadang ranjau yang membahayakan masa depannya. Ada sebuah fenomena menarik dikalangan PTN besar dan favorit di Indonesia yang terkesan “money oriented”, hanya bersifat materialistis belaka, yang hanya dengan sebuah argumentasi bahwa subsidi dari pemerintah/negara untuk PTN minim sekali dan tidak dapat memenuhi kebutuhan PTN. PTN ini telah membuat kebijakan pembayaran uang kuliah yang sulit dijangkau masyarakat umum, tanpa mau berpikir panjang mencari sumber sumber dana alternatif selain “memeras” mahasiswanya.
Pihak PTN berpikir bahwa kampus yang mereka kelola sangat marketable sehingga merekapun mengikuti hukum ekonomi, “biaya tinggi mengikuti permintaan yang naik”. Memang cukup dilematis, disatu sisi masyarakat dan negara selalu ingin meningkatkan kemampuan atau kecerdasan penerus bangsanya tetapi secara paradoks, masyarakat telah dibelenggu oleh biaya pendidikan yang mahal dan membuat seolah olah hanya kaum yang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya Liberalisasi pendidikan terutama pada perguruan tinggi yang dipromosikan oleh WTO (World Trade Organization) sebetulnya dibungkus dengan sesuatu yang positip yakni agar lembaga pendidikan asing bisa memacu peningkatan mutu pendidikan di Indonesia namun realitas dilapangan tidak sepenuhnya sesuai dengan cita cita awalnya. Pendidikan tinggi di Indonesia semakin mahal sehingga semakin menjauhkan masyarakat menengah ke bawah untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri favorit yang murah.

  1. Pendidikan Tidak Terfokus
Pendidikan di Indonesia selama ini terkesan tidak terfokus, ganti menteri pendidikan maka ganti juga kurikulum dan sistem pendidikannya. Pendidikan di Indonesia kurang membentuk kepribadian akademis (academic personality) yang utuh. Kepribadian akademis sangat penting dimiliki oleh pelaku pendidikan (anak didik dan pendidik) yang akan maupun yang sudah menguasai ilmu pengetahuan. Kepribadian akademislah yang dapat membedakan pelaku pendidikan dengan masyarakat umum lainnya. Perkembangan pendidikan di Indonesia tak ubahnya seperti industri, pendidik hanya bertindak sebagai pencetak produk masal yang seragam tanpa memikirkan dunia luar yang berubah menjadi lebih rumit. Cara pendidik mengajar juga cenderung mengarah pada pembentukan generasi muda yang dingin dan mengagungkan individualisme. Diskusi yang bersifat dialog jarang terjadi dalam proses pendidikan kita, bersuara kadangkala diartikan keributan yang dikaitkan dengan tanda bahwa anak yang bersangkutan tidak disiplin atau bahkan dianggap bodoh. Kondisi pendidikan utamanya di perguruan tinggi dewasa ini terlihat kurang kondusif dan kurang konstruktif karena terjadi gejala sosial yang kurang baik muncul dalam lingkungan kampus. Konflik antar mahasiswa atau pimpinan lembaga pendidikan tinggi telah terjadi di beberapa kampus, sehingga citra lembaga pendidikan tinggi agak mengalami kemunduran. Tampaknya pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu mewujudkan watak dari ilmu pengetahuan yang bersifat terbuka. 

Ilmu pengetahuan menolak adanya sifat tertutup. Apa yang dianggap benar harus dapat dibuktikan (diverifikasi) secara terbuka di depan publik. Jika kita mengatakan bahwa air yang dipanaskan sampai 100 derajat celcius akan mendidih, maka dipersilakan semua orang untuk membuktikan fenomena tersebut. Karena itu kalangan akademisi harus memiliki sifat keterbukaan tersebut, kita harus dapat mengembangkan pengetahuan baru seperti konsep dan teori baru secara terbuka dan bukan untuk disembunyikan seperti dalam budaya konservatif. Pada awalnya ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari dunia pendidikan berposisi untuk melakukan perlawanan terhadap mitos-mitos, seperti perlawanan Socrates terhadap tradisi mitologi budaya Yunani kuno yang percaya akan adanya dewa-dewi dan menganggapnya sebagai segala galanya. Socrates sangat percaya bahwa akal manusia dapat menjadi sumber kebenaran. Maksud dari perlawanan ini bahwa ilmu pengetahuan mengembangkan watak rasionalitas dalam menjalankan proses pendidikan. Ditengah gejala kurang fokusnya orientasi pendidikan kita, pendidikan di negara kita juga dihinggapi oleh masalah masih minimnya tingkat kesejahteraan para pendidik (kaum guru) yang mengemban tugas meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Ungkapan pahlawan tanpa tanda jasa yang dilabelkan kepada sosok guru telah membentuk kesadaran masyarakat tersendiri bahwa tugas guru hanya mencerdaskan bangsa tanpa mengurus kesejahteraannya sebagai manusia. Guru merupakan faktor yang penting dalam pendidikan, sebaik apapun sistem dan kurikulumnya yang dibuat, jika tidak didukung oleh profesionalisme guru maka bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal. Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang telah disahkan tidak secara cepat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Pemerintah dalam melakukan reorientasi pendidikan belum menyentuh substansi dasar pada pihak pendidik dan sarana prasarana belajar, selama ini pembaharuan baru ditunjukkan melalui perubahan perubahan kurikulum saja dan masih minim melakukan perbaikan sarana dan prasarana, kita bisa lihat di pedesaan banyaknya gedung gedung sekolah yang rusak dan kurang mendapat perhatian serius. Ada sesuatu yang krusial atas kompleknya permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia dimana anggaran pendidikan kita masih jauh dari anggaran yang digariskan yaitu 20% dari  APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) seperti disyaratkan oleh Undang Undang Dasar kita. Sebagai gambaran saja, untuk tahun 2006 anggaran pendidikan kita baru Rp 41,3 triliun atau sekitar 9,1% dari APBN, bahkan peningkatan anggaran pendidikan yang diajukan oleh pemerintah untuk RAPBN 2007 sangat tidak signifikan sekali yakni hanya menjadi Rp. 51,3 triliun atau sekitar 10,3 % dari RAPBN. Memang sebuah angka yang masih jauh dari kata cukup.
  1. Pendidikan Yang Membebaskan
Meminjam pendapat seorang tokoh terkenal di bidang pendidikan dari negara Brazil yakni Paulo Friere dalam bukunya berjudul Pedegogy of Hope yang mengatakan  bahwa “tujuan pendidikan hendaknya bukan berpihak kepada partai ini atau partai itu, juga bukan kepada agama ini atau agama itu yang sectarian atau ideologis, melainkan pendidikan harus ditujukan untuk pembebasan yakni agar orang mampu secara beradab menentukan pilihannya”. Kita mengenang pikiran Rene Descartes yang mengatakan bahwa “aku berpikir, aku sadar, maka aku ada” dengan demikian, kesadaran yang ada dalam pikiran itu membuat kita memiliki pengetahuan. Dari kesadaran itu kemudian muncul pemahaman tentang nilai-nilai, dimana kita memiliki kebebasan untuk memberikan pengertian terhadap istilah yang dibuat dengan menggunakan kebebasan berpikir yang disertai dengan rasio. Kondisi pendidikan di Indonesia harus mulai diarahkan kepada peningkatan kesadaran peserta didik dalam memandang objek yang ada, peran pendidik yang sangat dominan dan otoriter harus dikurangi, peranan pemerintahpun dalam “mengacak-acak” kurikulum harus dikaji secara cermat, kalaupun itu harus dilakukan maka terlebih dahulu harus dilakukan penyerapan aspirasi secara demokratis.  Segenap komponen bangsa harus turut melakukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia sehingga penciptaan kesadaran individu dalam rangka kebebasan berpikir dan bertindak dengan mengedepankan etika dan norma di masyarakat dapat diwujudkan, hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal di bangku sekolah dan juga pendidikan non formal sebagai metode pendampingan masyarakat luas dalam proses pendidikan bangsa yang harus terus dilakukan secara kontinyu, karena di masa sekarang maupun di masa mendatang, seorang intelektual tidak hanya cukup bergutat dengan ilmunya belaka namun realita sosial di masyarakat juga harus menjadi objek pemikiran dalam dirinya. Pemerintah dan lembaga politik lainnya harus memiliki komitmen untuk terus berupaya meningkatkan anggaran bagi dunia pendidikan di Indonesia sehingga angka 30% dapat segera terealisasikan. Dengan ketatnya persaingan dewasa ini, arah pendidikan di Indonesia harus mampu berperan menyiapkan peserta didik dalam konstelasi masyarakat global dan pada waktu yang sama, pendidikan juga memiliki kewajiban untuk melestarikan national character dari bangsa Indonesia. Semoga!

>>>Dari berbagai sumber<<

Baca juga mengapa: Bank Mandiri Selalu Didaulat Menjadi Bank Terbaik Di Indonesia

Sabtu, 15 Desember 2012

Wisata Budaya Unik Paling Terkenal di Indonesia

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, etnis, adat istiadat dan tradisi, jadi sesuatu yang lazim dan tak mengherankan jika Indonesia memiliki keragaman yang luar biasa. Dari berbagai keragaman tersebutlah maka ada banyak berbagai macam festival khas budaya Indonesia yang bisa Anda nikmati. Berikut beberapa macam festival yang bisa dinikmati mulai dari perayaan seni, batik, tarian dan upacara. Di sini Anda akan menemukan keragaman etnis dan tradisi dari berbagai bagian nusantara. 
Festival Krakatau

Wisata Budaya Indonesia yang paling terkenal yang pertama adalah Festival Krakatau. Festival Krakatau adalah festival tahunan yang diselenggarakan di Lampung. Festival ini diadakan untuk merayakan pulau vulkanik bernama sama, yakni Krakatau. 

Selama festival, pengunjung dapat menikmati berbagai macam pertunjukkan seperti Karnaval Tuping (Karnaval Topeng Lampung), atraksi gajah serta berbagai macam tarian dari Lampung dan kota sekitarnya. Festival ini diadakan setiap pertengahan bulan tiap tahunnya antara bulan Juli-Oktober. 

Festival Kesenian Bali

Dari Lampung kita menuju Bali. Siapa yang tidak kenal dengan Pulau Dewata Bali. Tiap tahun ribuan orang baik wisatawan domestik maupun mancanegara melakukan perjalanan wisata dengan Pulau bali sebagai salah satu tujuan. Salah satu perayaan seni budaya tahunan terbesar di Indonesia, Festival Seni Bali selalu penuh sesak. Selama sebulan penuh setiap bulan Juni, berbagai pertunjukan seni, pameran, dan aktivitas budaya lainnya akan berlangsung di seluruh Bali. Festival ini menawarkan tarian, musik dan keindahan budaya mereka.

Karnaval Batik Solo

Setelah dari Bali kita meluncur ke kota Batik, Solo. Di sini sebuah karnaval yang sering dilakukan oleh warga solo adalah karnaval batik. Acara ini adalah kombinasi upacara, pagelaran busana dan karnaval, semuanya menggunakan batik sebagai tema. Akan ada juga bazar yang menawarkan berbagai macam batik dan suvenir unik Solo. Karnaval Batik Solo selalu diadakan setiap bulan Juni tiap tahunnya. 

Festival Lembah Baliem

Dari Kota Solo kita terbang ke Bumi Cendrawasih Papua. Yah, Festival Lembah Baliem khas Papua. Festival tahunan ini berakar kepada kepercayaan suku-suku lokal bahwa perang bukan hanya konflik keuasaan dan kepentingan, tetapi juga simbol kesuburan dan kemakmuran. Sejak 20 tahun lalu, pemerintah daerah telah menekankan pentingnya perdamaian antara suku-suku yang berperang untuk mencegah balas dendam berkepanjangan dan hilangnya nyawa. Jadi, Festival Lembah Baliem adalah suatu acara yang diadakan untuk menggantikan perang antar suku itu. Seperti yang bisa anda tebak, acara utama adalah perang-perangan antar suku. Bayangkan lebih dari 20 suku berbeda dengan masing-masing 30 hingga 50 orang mengenakan pakaian tradisional, membawa tombak, busur, panah dan parang. Ada juga pertunjukan dan sejumlah atraksi lain, seperti permainan tradisional setempat, tarian, serta masakan lokal. Festival ini diadakan setiap bulan September. 

Nah... untuk sementara itu dulu informasi yang sempat kami share, semoga menginspirasi. :)


Minggu, 22 April 2012

Imperialisme di Negeri Merdeka

Imperialisme atau penjajahan dalam ruang kesadaran banyak orang, dianggap merupakan suatu kondisi masa lalu yang sudah dilewati. Bukankah sejak 17 Agustus 1945, negara kita Indonesia telah merdeka ? Ternyata imperialisme dalam bentuk penjajahan dan penguasaan bangsa penjajah yang telah dilalui oleh bangsa Indonesia hanyalah bagian kecil dari bentuk imperialisme.

Dalam situasi kekinian global, imperialisme tidak hanya berwujud perang untuk saling menguasai atau merebut teritori tertentu, namun imperialisme ternyata hadir dalam berbagai wujud dan penyamaran. Menariknya, imperialisme tersebut meng-ada dalam situasi sosial yang lagi asyik meneguk madu modernitas, kesenangan dan euforia terhadap produk teknologi dan tayangan media, yang tanpa disadari menjadi “musuh dalam selimut”.  

Orang Minahasa pun dalam keasyikannya menikmati kemajuan peradaban tersebut, tanpa sadar telah terkungkung dalam penjajahan zaman yang hadir dalam berbagai wuju dan tanpa sadar sedang dijajah. Instalasi budaya asing semakin menggila menyerang bangunan identitas orang Minahasa. Mampukah Minahasa keluar dari cengkeraman jajahan budaya. Fakta zaman dahulu menunjukan, bangsa yang hidup di Bumi Nusantara ini adalah bangsa yang besar. Demikian juga catatan sejarah menunjukan bahwa Minahasa merupakan salah satu bangsa yang besar dan kaya, bukan saja alamnya tetapi budayanya. Tapi kini, ratusan tahun kemudian, bangsa yang sudah turut mengikrarkan diri menjadi Indonesia ini malah mencapai titik terendahnya.

Kolonialisme memang memegang peranan penting bukan saja menggoyahkan sendi-sendi kekuasaan, tetapi justru kerusakan yang paling parah terjadi pada aspek budaya yang dimulai dengan stigmatisasi terhadap kultur orisinil bangsa ini. Ketika kebulatan tekad dalam satu wadah Indonesia dicetuskan, model gerakan imperialisme pun semakin menjadi. Bangsa yang pluralistik ini, dibuat homogen untuk mudah dikontrol penguasa yang menjalankan pola sentralistik. Hasilnya adalah budayapun berhasil dikungkung dan di adudomba, terjadilah hegemoni antara budaya sentral dan periferal. Budaya Minahasa pun kena imbasnya.

Dimasa kini ketika kolonialisme angkat kaki dari bumi Indonesia, bukan berarti budaya lokal menjadi merdeka. Mesin-mesin globalisasi tanpa disadari menjadi agen instalasi budaya asing. Identitas pun makin kabur. Tanpa identitas hancurlah bangsa. Dalam konteks Minahasa, fenomena kekaburan dan kekalahan budaya lokal nampak dalam karakter dan perilaku masyarakat di zaman sekarang ini. Sebut saja, - sikap individualisme yang kontras dengan semangat mapalus dan tumou-tou,
- budaya ‘instant’, cari gampang, budaya shortcut atau jalan pintas yang kontras dengan nilai-nilai kerja keras dan sikap sebagai bangsa pejuang.
- Korupsi yang kontras dengan karakter anti papancuri yang mengakar dalam tradisi di hampir semua wanua (desa) tempo dulu.
- Sikap ABS (Asal Bapak Senang), tidak kritis, yang sangat beda dengan karkater para pendahulu bangsa Minahasa yang sangat kritis dan cerdas, yang menjadi keunggulan orang Minahasa sejak dahulu.

Dalam kondisi seperti ini maka usaha yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan gerakan-gerakan kultural / gerakan kebudayaan. Merumuskan sebuah gerakan kebudayaan harus memperhatikan kondisi obyektif lingkungan kebudayaan, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan eksternal. Minahasa harus mampu merumuskan strategi kebudayaan yang tepat untuk menghadapi imperialisme budaya zaman ini, kalau tidak mau terlindas roda sejarah !

Minggu, 15 April 2012

Arus Globalisasi, Budaya Dan Identitas Nasional Bangsa

Bangsa Indonesia yang memiliki kerajaan yang megah dan berjaya pada masa Sriwijaya dan Majapahit mestinya saat ini dapat menjadi negara dan bangsa yang kuat dan gagah …


Budaya Nasional merupakan aset Bangsa Indonesia yang harus memperoleh perhatian terutama di era Globalisasi saat ini. Budaya nasional menjadi bagian penting negara Indonesia yang dapat dikembangankan dan dikelola sebaik-baiknya. Itu penting agar dapat berfungsi lebih luas tidak hanya sekadar warisan ataupun adat istiadat masyarakat Indonesia yang dirayakan ataupun dilaksanakan pada saat peringatan hari Sumpah Pemuda atau hari Pahlawan saja. Budaya nasional harus menjadi bagian dari aset Bangsa Indonesia yang dapat mendatangkan pendapatan bagi masyarakat dan negara. Tentunya perlu ada suatu kesadaran secara nasional dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia pada semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara....

Pada era globalisasi saat ini, mengelola suatu bangsa yang luas dan besar seperti bangsa Indonesia tentu bukan merupakan hal yang mudah. Tantangan globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang bersifat eksternal selain dari tantangan, bahkan ancaman yang berasal dari keanekaragaman budaya dan suku bangsa yang bersifat internal. Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu sebab semakin cepatnya terjadi perubahan pada masyarakat suatu bangsa. Teknologi informasi menjadi terbuka dan bahkan seolah-olah telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat saat ini sehingga masyarakat yang belum memiliki kemampuan teknologi informasi dinilai belum mengikuti perkembangan globalisasi. Tentu globalisasi melalui teknologi informasi tersebut juga memberikan hal-hal yang positif tetapi banyak juga ada hal-hal yang negatif. Maka, masyarakat dan bahkan bangsa Indonesia harus mampu melakukan filterisasi terhadap perkembangan teknologi informasi tersebut sehingga tidak memberikan dampak negatif pada masyarakat. Misalnya, gambar-gambar yang masuk dalam katagori pornografi yang gampang diakses menjadi ancaman serius generasi muda. 

Pada dasarnya, perkembangan teknologi informasi (internet) ini dapat dimanfaatkan untuk media pengembangan budaya nasional. Bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mempublikasikan atau bahkan mempromosikan semua budaya nasional Bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan melalui yang terkait dengan budaya nasional. Kita bersyukur karena batik telah di tetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Sehingga  setiap tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai “Hari Batik se-Dunia”. Kita harus berbangga karena Indonesia di kenal sebagai negara batik yang juga sudah menjadi bagian dan bahkan menjadi mata pencaharian masyarakat kita.  Semoga keberhasilan ini dapat disusul dengan budaya nasional bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.................



Rabu, 11 April 2012

Arung Palakka, Putra Terbaik Tanah Bugis

Arung Palakka (lahir di lamatta, mario-ri wawo, soppeng , 15 september 1634 wafat di bontoala 6 April 1696 dalam usia 61 tahun) adalah sultan bone dari tahun 1972-1696. Saat masih jadi pangeran, ia memimpin kerajaannya dalam meraih kemerdekaan dari kesultanan gowa pada tahun 1660-an. Ia bekerjasama dengan belanda dalam merebut kota Makassar.
Palakka membawa suku bugis menjadi kekuatan maritim besar dan mendominasi kawasan tersebut selama hampir seabad. Arung Palakka bergelar “La Tan-ri tatta To urong To-ri SompaE Petta MalampE’E Gemme’na Daeng Serang To’ Appatunru Paduka Sri Sultan Sa’admuddin, [MatinroE-ri Bontoawala], Arung Bone. 



Biografi
Lahir di lamatta, Mario ri Wawo, Soppeng, Tanggal 15 september 1634, anak dari Lapottobunna, Arung Tanah Tengnga dengan istrinya, We Tan-ri Suwi, Datu Mario-ri Wawo, anak dari La tan-ri Ruwa Paduka sri sultan adam, arumpone bone. Arung Palakka meninggal di bontoala, kerajaan gowa (sekarang kabupaten Gowa) pada tanggal 6 april 1969 di makamkan di bontobiraeng.
Pernikahan
-Menikah pertama dengan Arung Kaju (bercerai)
-Menikah ke dua kalinya dengan sira Daeng Talele karaeng ballajawa pada 16 maret 1668 (bercarai pada 26 januari 1671), (lahir pada 10 september 1634, meninggal 11 februari 1721), sebelumya istri dari karaeng bontomaronu, dan karaeng karunrung’ Abdul hamid, mantan tuma bicara-butta gowa, anak perempuan dari I-MALLEWAI Daeng Manasa karaeng mataoya, karaeng cendrana dan kadang sebagai Tumalailng gowa, oleh istrinya, daeng mangeppe, anak dari I-mallingkaang daeng mannyon-ri karaeng matoaya sultan abdullah awwal al-islam, karaeng tallo.
-Menikah ketiga kalinya di soppeng, 20 juli 1673 dengan We tan-ri pau adda sange datu ri watu [matinroe_ri madello] datu soppeng, sebelumnya istri dari la suni, adatuwang sidendreng, dan anak perempuan dari La tan-ri bali beowe II, datu ri soppeng.
-Menikah ke empat kalinya pada 14 september 1684, dengan Daeng marannu, karaeng laikang (meninggal pada 6 mei 1720), sebelumnya istri dari karaeng bontomanopo muhammad, dan anak dari pekampi daeng mangempa karaeng bontomanonu, gowa.
Arumpone Bone
Menggantikan ibunya sebagai datu Mario_ri Wawo ke 15. Mendapatkan gelar arung palakka sebagai hadiah membebaskan rakyatnya dari penjajahan makassar. Di akui oleh belanda sebagai arung pattiru, palette, dan palakka di bone dan dautu mario-ri wawo di soppeng, bantaeng, dan bontoala, 1670.

Senin, 09 April 2012

Lintas Sejarah: "Suku Bugis" di Sulawesi Selatan


Kali ini kami akan "Share" pada kalian pengunjung SIPAKATAU blog tentang keberadaan suku bugis di Nusantara.....,,,,,
Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. 


Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang-orang bugis umumnya adalah nelayan dan pedagang. Sebagian dari mereka yang lebih suka merantau adalah berdagang dan berusaha (massompe‘) di negeri orang lain. Hal lain juga disebabkan adanya faktor historis orang-orang Bugis itu sendiri di masa lalu.

Sejarah Perkembangan Suku Bugis
Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalah pribumi yang telah didatangi titisan langsung dari “dunia atas” yang “turun” (manurung) atau dari “dunia bawah” yang “naik” (tompo) untuk membawa norma dan aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis, 2006).
Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung, tidak terjadi banyak perbedaan pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaan komunitasnya. Kata “Bugis” berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis.
Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We‘ Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu‘, ayahanda dari Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We‘ Cudai dan melahirkan beberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar. Sawerigading Opunna Ware‘ (Yang Dipertuan Di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo, dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

Adat Istiadat
Salah satu daerah yang didiami oleh suku Bugis adalah Kabupaten Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng Rappang disingkat dengan nama Sidrap adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pangkajene Sidenreng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli daerah ini adalah suku Bugis yang ta’at beribadah dan memegang teguh tradisi saling menghormati dan tolong menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui bangunan masjid yang besar dan permanen. Namun terdapat daerah dimana masih ada kepercayaan berhala yang biasa disebut ‘Tau Lautang’ yang berarti ‘Orang Selatan’. 

Adat Pernikahan 
Dalam sistem perkawinan adat Bugis terdapat perkawinan ideal:
·         Assialang Maola Ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun ibu.
·         Assialanna Memang Ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kedua, baik dari pihak ayah maupun ibu.
·         Ripaddeppe’Abelae Ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun ibu atau masih mempunyai hubungan keluarga. 
Adapun perkawinan – perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang (salimara’):
·         perkawinan antara anak dengan ibu / ayah
·         perkawinan antara saudara sekandung
·         perkawinan antara menantu dan mertua
·         perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan
·         perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu
Tahap – tahap dalam perkawinan secara adat :
1.      Lettu ( lamaran) Ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk  menyampaikan keinginannya untu melamar calon mempelai perempuan.
2.      Mappettuada. (kesepakatan pernikahan) Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin,balanja atau belanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya
3.      Madduppa (Mengundang) Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua belah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan.
4.      Mappaccing (Pembersihan) ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan), Ritrual ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah di mulai, dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini, cara pelaksanaan nya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar),kemudian para undangan di persilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai, konon bertujuan untuk membersihkan dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai.

Acara Pengantin

Hari pernikahan dimulai dengan mappaendre balanja, ialah prosesi dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabat, pria-wanita, tua-muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, dan mas-kawin ke rumah mempelai wanita. Sampai di rumah mempelai wanita langsung diadakan upacara pernikahan,dilanjutkan dengan akad nikah. Pada pesta itu biasa para tamu memberikan kado tau paksolo’. setelah akad nikah dan pesta pernikahan di rumah mempelai wanita selesai dilalanjutkan dengan acara “mapparola” yaitu mengantar mempelai wanita ke rumah mempelai laki-laki.

Mappaenre botting :
Beberapa hari setelah pernikahan para pengantin baru mendatangi keluarga mempelai laki-laki dan keluarga mempelai wanita untuk bersilaturahmi dengan memberikan sesuatu yang biasanya sarung sebagai simbol perkenalan terhadap keluarga baru. Setelah itu, baru kedua mempelai menempati rumah mereka sendiri yang disebut nalaoanni alena.

Kepercayaan
Dahulu Orang-orang ini dalam seharinya menyembah berhala di dalam gua atau gunung atau pohon keramat. Akan tetapi, di KTP (Kartu Tanda Penduduk) mereka, agama yang tercantum adalah agama Hindu. Mereka mengaku shalat 5 waktu, berpuasa, dan berzakat. Walaupun pada kenyataannya mereka masih menganut animisme di daerah mereka. Saat ini, penganut kepercayaan ini banyak berdomisili di daerah Amparita, salah satu kecamatan di Kabupaten Sidrap.

Hukum Adat
Di Sidrap pernah hidup seorang Tokoh Cendikiawan Bugis yang cukup terkenal pada masa Addatuang Sidenreng dan Addatuang Rappang (Addatuang = semacam pemerintahan distrik di masa lalu) yang bernama Nenek Mallomo’. Dia bukan berasal dari kalangan keluarga istana, akan tetapi kepandaiannya dalam tata hukum negara dan pemerintahan membuat namanya cukup tersohor. Sebuah tatanan hukum yang sampai saat ini masih diabadikan di Sidenreng yaitu: Naiya Ade’e De’nakkeambo, de’to nakkeana. (Terjemahan : sesungguhnya ADAT itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak). Kata bijaksana itu dikeluarkan Nenek Mallomo’ Suku Bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat seseorang. Jika seorang anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat malu keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh. Namun, adat ini sudah luntur di zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega membunuh anggota keluarganya hanya karena tidak ingin menanggung malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan adat malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan. 
Walaupun tidak seketat dulu, tapi setidaknya masih diingat dan dipatuhiketika dipanggil oleh Raja untuk memutuskan hukuman kepada putera Nenek Mallomo yang mencuri peralatan bajak tetangga sawahnya. Dalam Lontara’ La Toa, Nenek Mallomo’ disepadankan dengan tokoh-tokoh Bugis-Makassar lainnya, seperti I Lagaligo, Puang Rimaggalatung, Kajao Laliddo, dan sebagainya. Keberhasilan panen padi di Sidenreng karena ketegasan Nenek Mallomo’ dalam menjalankan hukum, hal ini terlihat dalam budaya masyarakat setempat dalam menentukan masa tanam melalui musyawarah yang disebut TUDANG SIPULUNG (Tudang = Duduk, Sipulung = Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu Musyawarah Besar) yang dihadiri oleh para Pallontara’ (ahli mengenai buku Lontara’) dan tokoh-tokoh masyarakat adat. Melihat keberhasilan TUDANG SIPULUNG yang pada mulanya diprakarsai oleh Bupati kedua, Bapak Kolonel Arifin Nu’mang sebelum tahun 1980, daerah-daerah lain pun sudah menerapkannya.

Mata Pencaharian 
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.

Adat Panen
Mulai dari turun ke sawah, membajak, sampai tiba waktunya panen raya. Ada upacara appalili sebelum pembajakan tanah. Ada Appatinro pare atau appabenni ase sebelum bibit padi disemaikan. Ritual ini juga biasa dilakukan saat menyimpan bibit padi di possi balla, sebuah tempat khusus terletak di pusat rumah yang ditujukan untuk menjaga agar tak satu binatang pun lewat di atasnya. Lalu ritual itu dirangkai dengan massureq, membaca meong palo karallae, salah satu epos Lagaligo tentang padi. 

Dan ketika panen tiba digelarlah katto bokko, ritual panen raya yang biasanya diiringi dengan kelong pare. Setelah melalui rangkaian ritual itu barulah dilaksanakan Mapadendang. Di Sidrap dan sekitarnya ritual ini dikenal dengan appadekko, yang berarti adengka ase lolo, kegiatan menumbuk padi muda. Appadekko dan Mappadendang konon memang berawal dari aktifitas ini.
Bagi komunitas Pakalu, ritual mappadendang mengingatkan kita pada kosmologi hidup petani pedesaan sehari-hari. Padi bukan hanya sumber kehidupan. Ia juga makhluk manusia. Ia berkorban dan berubah wujud menjadi padi. Agar manusia memperoleh sesuatu untuk dimakan, yang seolah ingin menghidupkan kembali mitos Sangiyang Sri, atau Dewi Sri di pedesaan Jawa, yang diyakini sebagai dewi padi yang sangat dihormati.

Bahasa Suku Bugis
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.

Nah sampai di sini dulu ya… insyAllah pada kesempatan yang lain akan dilanjutkan pembahasan dan cerita yang lain tentang “To Ugi” …….

Senin, 26 Maret 2012

Sejarah Tari Pajoge

Asal mulanya Pajoge, timbul semasa kerajaan Bone dahulu. Ada yang mengatakan sejak abad ke VII, tetapi hal itu belum jelas, karena belum ada diketemukan tulisan-tulisan yang dapat memberikan keterangan pasti tentang hal itu, tetapi yang jelas bahwa raja Bone ke 31 Lapawawoi Karaeng Sigeri sangat gemar akan tari Pajoge dan semua anaknya memelihara tari Pajoge.

Jadi dengan demikian bahwa Pajoge lahir di istana raja untuk menghibur raja dan keluarganya, juga untuk menghibur rakyat pada pesta-pesta. Penari-penari pada umumnya diambil dari rakyat biasa saja. Perbedaan dengan tari Pakarena dengan tari Pajoge yang biasa hidup diistana raja yang penari-penarinya dipilih dari keturunan bangsawan atau anak anggota adat. Tetapi Pajoge adalah merupakan tarian rakyat yang dipertontonkan pada pesta raja dan umum. Tarian Sulawesi Selatan
Demikian Pajoge berfungsi sebagai tarian hiburan, juga merupakan alat penghubung antara raja dan rakyat, untuk mendekatkan hubungan agar supaya rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya.
Pajoge yang lahir di istana raja itu penari-penarinya dipilih yang cantik-cantik saja serta mempunyai kelebihan-kelebihan agar supaya dapat menarik perhatian para penonton, baik raja-raja maupun rakyat dengan maksud disamping ia berfungsi sebagai hiburan juga dapat menarik keuntungan atau hasil yang berupa materi, karena para penonton diberi kesempatan untuk Mappasompe pada salah seorang Pajoge yang diingininya. Dan telah menjadi ketentuan bahwa setiap laki-laki yang mau Mappasompe harus menyediakan uang atau benda lain. Macam-macam Tari Pajoge:
  1. Pajoge biasa (penari-penarinya dari wanita)
  2. Pajoge Angkong (penari-penarinya orang-orang banci)

Sabtu, 24 Maret 2012

Fakta Unik Tiga Tempat Wisata di Bulukumba

Tempat wisata pada umumnya merupakan tempat berkumpul bagi sebagian orang dalam rangka mengisi waktu luang setelah melakukan rutinitas padat yang menguras tenaga dan pikiran. Biasanya tempat wisata ramai dikunjungi pada setiap akhir pekan atau musim libur tiba. Berwisata atau yang kerap disebut sebagai rekreasi ke tempat-tempat tertentu merupakan sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan dan mengesankan.
Apa yang anda pikirkan tentang tempat wisata? Keindahan suasana alam, pegunungan, pantai, kuliner dan kebudayaan daerah bukan?
Pada dasarnya mengunjungi tempat wisata tidak selalu berfokus pada poin-poin yang telah disebutkan di atas, adakalanya orang yang berwisata juga mempunyai visi dan keinginan yang lebih ketika berada di tempat yang dikunjungi, minimal menambah pengetahuan mereka tentang adat dan kearifan lokal budaya setempat.
Adalah kabupaten Bulukumba, sebuah daerah tropis yang berada di sebelah selatan bagian timur provinsi Sulawesi Selatan dan berjarak kurang lebih 150 kilometer dari kota Makassar. Daerah yang dijuluki “Butta Panrita Lopi” ini mempunyai segudang potensi wisata budaya yang unik dan wisata bahari yang eksotis dan tentu sangat disayangkan jika tidak dikunjungi apalagi dilewatkan begitu saja, terutama oleh wisatawan baik dari seluruh pelosok negeri maupun mancanegara. Tanah adat Kajang dengan budayanya yang khas, kepiawaian masyarakat Tanah Beru dalam membuat Phinisi, perahu kebanggaan pelaut Bugis-Makassar serta keindahan panorama alam Tanjung Bira dengan pasir putih dan laut pantainya yang eksotis, tidak asing lagi ditelinga masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya, masyarakat Indonesia bahkan dunia secara umum.
Bagi mereka yang pernah mengungjungi daerah produsen cemilan khas ”Jagung Marning” ini, tentu sudah mengetahui dan mempunyai cerita tersendiri untuk tiga lokasi wisata tersebut. Namun bagi orang yang belum pernah berkunjung dan ada niat atau rencana ke tempat itu, mungkin perlu menyimak beberapa fakta unik tempat-tempat wisata yang ada di Bulukumba.
  1. Tanah Adat Kajang
Suku Kajang atau yang lebih dikenal dengan Adat Ammatoa sudah sejak lama mendiami Tana Toa, daerah Bulukumba, Sulawesi Selatan. Suku Kajang merupakan salah satu masyarakat adat klasik, mereka tinggal di daerah yang terpencil, dan tetap memelihara nilai tradisional dengan menjaga kesakralan tokoh Ammatoa atau pemangku adat. Berdasarkan lokasi permukiman mereka, masyarakat suku Kajang terbagi dalam dua kelompok, yakni Kajang Luar dan Kajang Dalam. Suku Kajang Dalam, yang merupakan penjunjung tinggi adat Kajang, mendiami tujuh dusun di Desa Tana Toa. Adapun pusat kegiatan komunitas suku Kajang berada di Dusun Benteng, yang ditandai dengan kehadiran rumah Ammatoa, sang pemimpin adat.
 Masyarakat Ammatoa memraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan "Patuntung". Istilah Patuntung berasal dari tuntungi, kata dalam bahasa Makassar yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “mencari sumber kebenaran”. Seiring perubahan zaman, mereka mengaku memeluk agama Islam atau sebutan mereka Sallam. Hanya dalam praktiknya, mereka mengiblatkan diri pada "Passang Ri Kajang" atau pesan-pesan suku Kajang sebagai payung kehidupan.
Ajaran Patuntung mengajarkan jika manusia ingin mendapatkan sumber kebenaran tersebut, maka ia harus menyandarkan diri pada tiga pilar utama, yaitu menghormati Turiek Akrakna (Tuhan), tanah yang diberikan Turiek Akrakna, dan nenek moyang. Kepercayaan dan penghormatan  terhadap Turiek Akrakna merupakan keyakinan yang paling mendasar dalam agama Patuntung.  Masyarakat adat Kajang percaya bahwa Turiek Akrakna adalah pencipta segala sesuatu, Maha Kekal, Maha Mengetahui, Maha Perkasa, dan Maha Kuasa. Pandangan Patuntung ini direfleksikan dari cara berpakaian Suku Kajang yang serbahitam. Warna hitam tersebut merupakan simbol kesederhanaan dan peringatan akan adanya kematian atau sisi gelap. 
Sebagian orang mengatakan bahwa jika ingin mengunjungi daerah ”Ammatoa” ini harus memakai pakaian warna hitam dan tidak boleh memakai alas kaki, namun faktanya tidak mengapa pengunjung memakai alas kaki tetapi yang harus dihindari adalah memakai pakaian yang berwarna merah. Menurut beberapa sumber warna merah adalah pantangan bagi penduduk adat di sana.
Walaupun sebenarnya kawasan ini bukan lagi daerah yang terisolir, namun masih bisa katakan demikian karena aliran listrik di kawasan tanah adat tidak ada. Meski pemerintah setempat sebelumnya telah menawarkan listrik masuk ke wilayah tersebut, tetapi tidak ada izin dari kepala adat setempat.
  1. Tanah Beru ( Dan ritual Pembuatan Perahu Phinisi)
Desa Tanah Beru yang berada di pelosok ini memang terbilang istimewa. Pasalnya desa kecil ini tersohor berkat kepandaian penduduknya membuat kapal kayu hebat, termasuk kapal Phinisi yang melegenda.
Proses pembuatan perahu phinisi dibutuhkan ketelitian, keahlian dan juga ritual yang wajib dilakukan. Pembuatan perahu pinisi pun bisa memakan waktu berbulan-bulan lamanya, tergantung ukuran yang dibuat. Kayu untuk membuat perahu pinisi diambil dari pohon welengreng atau disebut pohon dewata yang terkenal sangat kuat dan tidak mudah rapuh. Para pembuat perahu tidak menggunakan rancangan tulisan atau gambar dalam membuat perahu phinisi. Mereka hanya menggunakan pengetahuan dan pelajaran yang telah diajarkan oleh leluhur dan nenek moyang mereka. Disinilah proses ritual itu dimulai.
Mula-mula para pengrajin harus menghitung hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle'na) yang artinya rezeki sudah di tangan. Sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle'na) berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, lalu kepala tukang yang disebut "punggawa" memimpin pencarian. Pada saat peletakan lunas, juga harus disertai prosesi khusus. Saat dilakukan pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti. Itu sebabnya untuk melakukan pemotongan harus dikerjakan oleh orang yang bertenaga kuat. Demikian selanjutnya setiap tahapan selalu melalui ritual tertentu.

  1. Pesona Tanjung Bira ( Dan ritual larung sesaji di pantai pasir putih)
Tanjung Bira terletak sekitar 40 km dari  Kota Bulukumba atau 200 km dari Kota Makassar. Perjalanan dari Kota Makassar  ke Kota Bulukumba dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum dengan tarif yang sangat terjangkau. Lama perjalanan dari Kota Makassar ke Tanjung Bira sekitar 4 –  4,5 jam. Tanjung Bira merupakan pantai pasir putih  yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan. Pantai ini termasuk pantai yang  bersih, tertata rapi, dan air lautnya jernih. Keindahan dan kenyamanan pantai ini terkenal hingga ke mancanegara. Turis-turis asing dari berbagai negara banyak yang berkunjung ke tempat ini untuk berlibur. 
Pantai Tanjung Bira sangat indah dan  memukau dengan pasir putihnya yang lembut seperti tepung terigu. Di lokasi,  para pengunjung dapat berenang, berjemur, diving dan snorkling. Para pengunjung juga dapat menyaksikan  matahari terbit dan terbenam di satu posisi yang sama, serta dapat menikmati  keindahan dua pulau yang ada di depan pantai ini, yaitu Pulau Liukang dan Pulau  Kambing.
Orang akan mengira jika objek wisata pantai yang sudah tersentuh modernitas seperti pantai Bira telah mampu mengubah paradigma berfikir penduduk setempat. Kenyataannya masih banyak warga yang melakukan kebiasaan “primitif” dan melanjutkan ritual leluhur mereka, yakni melarung sesaji di pantai pasir putih. Meski fenomena ini sudah jarang terlihat, namun pada hari-hari tertentu terkadang masih dijumpai aktifitas warga yang seperti itu.

Bagaimana? Ada yang berminat berkunjung ke Bulukumba? :)