Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia dan beberapa literarur yang ada, mahasiswa umumnya
didefinisikan sebagai orang-orang yang terdaftar di Perguruan Tinggi dan sedang
mengikuti kuliah pada semester berjalan. Peran mahasiswa sangatlah berpengaruh
terhadap hampir semua bidang kehidupan. Betapa tidak, jika dilirik dari “teori
perkembangan”, usia dan lingkungan secara tidak langsung membentuk pribadi dan
pola pikir ideal seorang mahasiswa. Tak pernah diragukan, mahasiswa selalu berada
dalam barisan perjuangan sejak zaman pra dan pasca kemerdekaan, orde baru serta
era reformasi bangsa Indonesia. Hal itu diakui secara wajar bahwa saat itu
mahasiswa sangat menyadari peran dan tangung jawabnya. Jika berbicara “saat
itu” artinya sesuatu, era atau zaman yang telah pernah terjadi. Permasalahannya
kemudian bagaimana kondisi mahasiswa pasca reformasi? Ditengah kemajuan
teknologi, tekanan modernisasi, globalisasi dan hantaman berbagai “tawaran”
ideologi, sulit digambarkan wajah mahasiswa hari ini jika hanya dalam satu
sudut pandang. Marilah bersama mencoba meretas permasalahan dengan melihat
beberapa gambaran kehidupan mahasiswa berikut ini.
Adalah
Anton (bukan nama asli), dia salah satu mahasiswa dari jutaan mahasiswa di
negeri ini, sedang asik memutar-memutar
rokok disela jari-jarinya sambil sesekali menghisapnya lalu menyemburkannya
sehingga menjadi bulatan kepulan asap, yang pastinya menambah jumlah polusi
udara di Makassar. Anton kala itu sedang menunggu jam mata kuliah kedua, celananya
yang robek dengan kaos sudah kusam pula, rambut gondrong ditambah anting
dikuping membuat dia lebih mirip preman pasar ketimbang seorang mahasiswa yang
menyandang predikat kaum intelektual. Masih mending hari itu Anton mau menunggu
lebih lama di depan kelas, kecuali main facebook, twitter, BBM, main game atau
apalah yang bisa dilakukan di laptop. Kalau tidak, dia pasti sudah pulang lebih
awal dari anak TK atau minimal dia sudah pergi entah kemana kakinya melangkah
bersama komunitasnya.
Nah,
yang ini namanya Ayu (juga bukan nama sebenarnya). Mahasiswi yang satu ini
adalah gadis yang cantik, dandanannya sangat modis dan seksi, membuat para kaum
adam yang memandangnya berfantasi. Seperti biasa Ayu dan kawan-kawan se-genk-nya sedang asyik berkumpul di salah
satu kantin sudut kampus IAIN, trend kerudung, pakaian, dan asesoris yang
sedang update saat ini serta tempat-tempat hangout favorit, biasa menjadi topik
diskusi utama mereka. Padahal Ayu dan kawan-kawannya itu mengambil jurusan
Tarbiyah Bahasa Inggris, yang jelas tidak pernah berhubungan antara mata kuliah
dengan topik bahasan mereka setiap kali bertemu rekan-rekannya.
Lain
halnya dengan Akbar (nama samaran), mahasiswa rantau yang barangkali tampak
terasing dikalangan mayoritas teman-temannya. Wajar saja, dari penampilannya
yang sederhana, tidak menampakkan sebagai seorang pemuda yang “gaul (versi ABG)”.
Tetapi ada yang tampak unik darinya, disaat teman-teman kuliahnya menghabiskan
waktu di tempat-tempat hangout seperti kafe, PS-an, Akbar justru membagi
waktunya untuk mengajar anak-anak jalanan pada salah satu rumah singgah
disela-sela rutinitasnya yang padat sebagai mahasiswa dan aktifis kampus.
Sekarang,
mari bersama-sama menengok kondisi mahasiswa saat ini melalui ilustrasi diatas Anton
dan Ayu menjadi karakter dominan pola pikir mahasiswa, keduanya mewakili
entitas kebanyakan mahasiwa saat ini. Itulah realitas mahasiswa. Padahal, mereka
adalah kaum intelektual, generasi pembaharu, agen of change, sekaligus kritikus
pemerintah yang paling independen. Begitulah kira-kira image yang melekat pada
mereka yang menyandang predikat mahasiswa. Begitu hebat kaum itu sehingga icon
kampus, tempat mereka belajar, selalu diidentikan dengan komunitas perubahan.
Karena memang catatan sejarah telah mengukir para mantan mahasiswa yang telah
mengoptimalkan fungsi dan perannya dengan baik, tapi kini....? Ditengah
kurungan kemajuan teknologi serta modernisasi peradaban yang menamakan diri
sebagai globaliasasi, figur-figur pemuda/mahasiswa dalam dunia tanpa batas ternyata
lebih mudah membentuk pribadi-pribadi konsumtif pada segala hal. Mahasiswa
sekarang seakan kehilangan identitasnya, sikap ramah dan rasa sosial yang
tinggi yang pernah dimiliki pemuda bangsa ini yang notabene adalah bangsa timur
mulai hilang dan berganti dengan sikap apatis, individualistik dan tidak jarang
anarkis (tawuran).
Keadaan
mahasiswa yang seperti ini pastinya berimbas pada kualitas output sumber daya
manusia (SDM). Bahkan kenyataanya kini, banyak sarjana yang justru menjadi
pengangguran dan luntang-lantung tidak jelas. Mereka kurang memiliki life
skill, akibat membuang-buang waktu untuk hal yang sia-sia ketika masa kuliah
dahulu. Singkatnya, Negeri ini sedang sakit. Lahirnya generasi baru dengan
kualitas SDM yang baik adalah salah satu obat penawar rasa sakit tersebut, dan
obat itu juga salah satunya ada pada kita, para mahasiswa. Dengan demikian,
maka sudah saatnya kalian, para mahasiswa yang kebanyakan seperti Anton dan Ayu
untuk melakukan introspeksi, membenahi sikapnya yang kurang pantas dilakukan
oleh mereka selaku mahasiswa. Sebelum semuanya terlambat, sebelum segalannya
berubah menjadi penyesalan Syukurlah masih ada sebagian mahasiswa, meski
“minoritas” layaknya Akbar seperti pada ilustrasi di atas. Mereka masih sadar
akan fungsi dan tangungjawabnya sebagai mahasiswa dan manusia. Yang masih
peduli dan mau berbagi ilmu kepada mereka yang kurang beruntung. Hidup
Mahasiswa!!!